Wednesday, July 27, 2016

HARJABO



Beberapa hari lalu saya menerima pesan BBM mon tak sala BlackBery Messenger, mon sala pabetol agin yeh. Hehe pesan itu dari temen SMP yang berinisial Nafisah Ainur Rohman ( mhon maaf jika salah tulisan. Hehe) karena pesan dari beliau ini saya teringat kembali ke blog saya yang sudah lama tak dikunjungi, yaa walaupun ini tulisan bukan seperti biasanya. Hehe
Kali ini saya menulis bukan seperti biasanya dimana sebelum2nya adalah tulisan berupa syair puisi, kali ini saya akan menuliskan tentang HARJABO ‘Hari Jadi Bondowoso”
Saya Lahir dan besar di Bondowoso, dengan makanan khas Tape namun banyak orang yang mengenalnya dengan tapal kuda, kota pensiun dan semacamnya.
Dari tahun ketahun Bondowoso cukup tertinggal dengan Kota Tetangga yang berada di Selatan Bondowoso, dari semua Aspek, salah satu contohnya mau belanja dengan pusat perbelanjaan yang cukup besar harus pergi ke kota sebelah yaitu J........tttiittttt, Mau kuliyah hijrah ke kota sebelah yaitu J.....titttttttt dan banyak lagi lainnya yang orang Bondowoso lebih memilih untuk ke kota sebelah.
Saya besar di Bondowoso, Mengajarkan saya sebuah kehidupan yang sangat tentram di kota kecil nan sejuk ini tanpa hirup pikuk perkotaan Macet, polusi udara dan banyak lainnya beberapa waktu saya mengharuskan untuk pergi dan tinggal untuk sementara waktu di Kota orang seperti Jember, Situbondo, Lumajang, Malang, Surabaya karena tuntutan saat saya belajar di Kota yang Sejuk ini, saya lulusan Keperawatan Bondowoso.
Banyak hal yang saya pelajari di dunia Keperawatan namun yang saya akan opinikan berdasarkan pengalaman selama di Bondowoso tentang Pendidikan dan Kesehatan, yang pertama tentang dunia Pendidikan dari TK sampai Menempuh DIII Keperawatan Selalu di Bondowoso, Bondowoso dan Bondowoso. Dunia Pendidikan Bondowoso Sudah Termasuk Maju dari Semua Aspek, Namun yang Perlu di tingkatkan adalah Perguruan Tinggi yang mempunyai kualitas bagus dan baik di Bondowoso sudah memilikinya dan saya yakin semoga setiap tahunnya bisa lebih baik dan tumbuh Perguruan tinggi lainnya yang akan memajukan dari semua aspek baik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pendidikan, dan yang lainnya
Hal kedua yaitu dunia Kesehatan, dimana akhir ini dihebohkan dengan Vaksin Palsu dan Kartu BPJS palsu walaupun di Bondowso sendiri belum diketahui dan ditemukan tentang itu, Namun kita sebagai Masyarakat tentunya harus mengawasinya. Kesehatan di Bondowoso sudah terus berbenah diri, salah satu contohnya Semua Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Puskesmas diperbaiki ini merupakan hal yang sangat positif, karena kenyamanan salah satunya merupakan tempat yang layak untuk tempat Pelayanan Masyarakat dan di dukung dengan SDM yang berkompeten di bidangnya, semua Puskesmas Rata2 sudah memiliki SDM itu namun beberapa harus dikirim ke Rumah sakit atau Periksa Laboratorium untuk menunjang pemeriksaannya, Bondowoso sudah membangun Infrastruktur Puskesmasnya atau tempat pelayanan tapi jangan lupa untuk pemangku kebijakan SDM nya juga perlu diperhatikan baik dari tenaga Ahli maupun Profesi (sedikit curhat gak papa ya buat pembaca blog ini. Hihihi), SDM selain ASN (PNS, P3K ) Kontrak, PTT ada yang berperan SDM lain sebut saja inisial Sukwan. Hoho, perlu dihitung setiap Pelayanan / kantor yang memang benar membutuhkan tenaga karena dari opini saya berdasarkan pengalaman di Pelayanan Kesehatan Masih Kurang Contohnya Perawat, yang mayoritas Sukwan. Hehe................ eittss jangan naik pitam dulu buat yang baca yang tersungging, tidak berkenan, dan bagi yang berkenan dan senasib Bodowoso masih kekurangan untuk menambah/Upgrade SDM jadi bersabar, kalau mau menuntut pun tidak mempunyai legalitas. Hehe
 Ssssttttt, untuk di tulisan Pendidikan saya tidak membicarakan karena saya tidak berkecibung di sana. Hehe jadi, monggo temen2 bisa menuliskannya untuk kemajuan Bondowoso, dan tulisan ini bukan bertujuan untuk memundurkan Bondowos. Hoho
 Mohon maaf untuk semuanya tidak terkecuali jika tulisan ini tidak berkenan. hehe

Friday, June 20, 2014

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Kau ini bagaimana?
kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir
aku harus bagaimana?
kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
kau ini bagaimana?
kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin plan
aku harus bagaimana?
aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimbung kakiku
kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
kau ini bagaimana?
kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
aku harus bagaimana?
aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain
kau ini bagaimana?
kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara tiap saat
kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
aku harus bagaimana?
aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
kau ini bagaimana?
kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
aku harus bagaimana?
aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap wallahu a’lam bissawab
kau ini bagaimana?
kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
aku harus bagaimana?
aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kupilih kau bertindak sendiri semaumu
kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
kau ini bagaimana?
kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
aku harus bagaimana?
kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
kau ini bagaimana?
aku bilang terserah kau, kau tidak mau
aku bilang terserah kita, kau tak suka
aku bilang terserah aku, kau memakiku
kau ini bagaimana?
atau aku harus bagaimana?

1987
Mustofa Bisri (Gus Mus)

 

Tuhan 9 cm oleh Taufik Ismail

puisi ini saya dedikasikan pada segenap ahli hisap dan calon korban yang semoga tetap menjadi calon korban....
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di
perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,


Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
 
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,


Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.


Doa dalam Lagu oleh Taufik Ismail

Ibuku karena engkau merahimiku Merendalah tenteram karena besarlah anakmu

Ayahku karena engkau menatahku Berlegalah di kursi angguk laki-laki anakmu

Tuhanku karena aku karat di kakiMu Beri mereka kesejukan dalam dan biru.

1953 


Rimba Jati (Alas Roban)

oleh Taufik Ismail

Mendenyut kemarau ke jantung rimba Hutan Roban jati mengujur bukit Kehidupan coklat terbentang di sela musim

Seekor elang menyelinap hitam dahan-dahan botak telanjang Lengking menikam ruang terkabar daun-daun kesat membumi Tanah mersik menua, jati dewasa di dada

Mendesing musim ranggas kuning-kuning bercenungan Bukit penyimak peristiwa terbungkuk tua Mengujurkan kakinya ke laut kelabu

Gairah terbaring pada satu hanya musim Depan rimba jati, mendenting pada satu titik api Gairah terik musim membakar jantung rimba jati

Menerjang asin ombak ke kaki bukit terbungkuk tua Bumi mersik lekah di puncak demam makin melela Demam rimba jati dituang ke satu titik api musim di muka.

Siasat, no 416, thn. IX, 29 Mei 1955